Yang Ilahi (Allah), Manusia, dan Kosmos (semesta) merupakan tiga dimensi atau struktur dasar yang membentuk realitas. Meminjam istilah Raimundo Panikkar yang menyebut struktur ini sebagai Prinsip Kosmotheandrik. Ketiga struktur ini berhubungan secara tak terpisahkan, meskipun demikian, dimensi yang satu tak dapat direduksi kepada yang lainnya. Dengan perkataan lain, Allah adalah Allah, bukan manusia atau semesta, Manusia adalah manusia, bukan Allah dan bukan dunia, dunia adalah dunia, bukan Allah atau manusia. Ketiganya berhubungan secara dialektis, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Tak satupun dari tiga dimensi ini dapat dipahami tanpa dua dimensi yang lain.
Allah tak pernah mungkin dipahami tanpa manusia dan ciptaan. Manusia tak akan bisa dipahami tanpa Allah dan dunia, demikianpun dunia tidak akan ada tanpa Allah dan manusia. Allah, manusia, dan dunia merupakan symbol yang unik dari realitas yang sempurna. Dunia bukan hanya menampakkan kemuliaan Allah, tetapi juga dunianya manusia. Allah bukan saja Allahnya manusia, tetapi juga Allah bagi dunia. Melihat uraian di atas kita dapat mengatakan bahwa hubungan ketiga dimensi tersebut adalah hubungan yang trinitarian dan non-dualistik. Visi kosmotheandrik membutuhkan kesadaran dari manusia untuk melihat dan menerima pengalaman keberbedaan dalam kerangka kosmotheandrisme. Berdasarkan visi kosmotheandrik ini kita bisa membangun suatu wahana dialog yang dapat mempertemukan setiap tradisi religius yang berbeda dalam satu pemahaman dan sikap saling menerima realitas keberbedaan itu sendiri. Agama-agama adalah dimensi-dimensi spiritual yang berbeda-beda, tetapi pada saat yang sama merupakan satu kesatuan ontologis. Semuanya berada dalam hubungan saling menyuburkan, mendukung, dan menghidupkan sekaligus pada saat yang sama adalah satu di dalam Allah.
Visi kosmotheandrik ini tidak mengizinkan setiap realitas yang berbeda mempertahankan perbedaan-perbedaan mereka ataupun mengusahakan kesatuan total dan abadi, tetapi sebaliknya memberikan inspirasi untuk melihat bahwa dalam visi ini realitas itu ‘bukan ini atau itu’, tetapi ‘ini maupun itu’. Artinya bahwa realitas plural tak dapat diterima sebagai kekuatan-kekuatan yang berbeda dan bertentangan dan juga tak boleh dipahami sebagai penerimaan ke dalam kesatuan yang artifisial. Hubungan tersebut harus dibangun secara unik dan baru di mana realitas itu dilihat secara tak terpisahkan, tak terbagi, dan masih dalam harmoni yang utuh. Dalam Kristianitas hubungan yang unik dan baru dibangun dalam Yesus Kristus sebagai Allah dan manusia secara utuh dan yang bekerja sama untuk kepentingan seluruh ciptaan. Di dalam Kristus ketiga dimensi, yaitu Allah, manusia, dan dunia bertemu dan mewujudkan kesatuan. Kristus menjadi dasar dari pertemuan dan kesatuan dari keberbedaan. (Sylvester KanisiusL./St. Priscilla).
0 komentar