Yesus pernah berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Matius 16:24). Yesus berkata demikian karena Dia ingin agar pengikut-Nya menjadi pribadi yang rela menderita di dalam melaksanakan visi yang Allah berikan.
Sejak ditangkap di Getsemani, Yesus tak henti-hentinya mengalami penganiayaan fisik dan batin. Yesus digiring ke rumah Imam Besar dan diadili oleh Mahkamah Agama. Dari sana Dia digiring ke hadapan Pilatus dengan tuduhan-tuduhan palsu. (Lukas 23:1-3). Setelah itu Dia diperhadapkan kepada Herodes dan di sana Herodes beserta para prajurit Romawi mengolok-olokNya. (Lukas 23:811a). Setelah itu Dia dibawa kembali ke hadapan Pilatus dengan tuduhan palsu yang memberatkanNya. Di sana orang Farisi dan Saduki menuntut agar Dia disalibkan dengan tuduhan menyesatkan dan memberontak. Kemudian Dia disesah dan menerima hukuman cambuk, dengan mata cambuk besi. Tak hanya sampai di situ, Dia digiring seperti pemberontak besar dan diarak untuk dipermalukan sepanjang jalan dari Yerusalem sampai ke Bukit Tengkorak. Di Bukit Tengkorak kedua tangan dan kakiNya dipaku. Sesudah menyalibkan Dia, mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi. Semua kekejian itu tidak membuat-Nya mengutuki mereka yang telah menganiaya dan mengolok-olok-Nya, sebaliknya dengan hati penuh pengampunan Dia minta kepada Bapa untuk mengampuni dosa mereka.
Injil Lukas menceritakan kepada kita apa yang terjadi setelah orang banyak melihat ketabahan Yesus di dalam menanggung penderitaan yang sangat berat itu, “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: Sungguh, orang ini adalah orang benar! Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.” (Lukas 23:47-48). Kerelaan Yesus untuk menderita dan ketabahan-Nya, menjadi teladan bagi kita untuk bertahan dalam berbagai-bagai penganiayaan serta pencobaan. Kerelaan seseorang untuk menderita bagi Tuhan akan terbukti ketika pencobaan datang di dalam hidupnya, apakah ia dapat menerima segala pencobaan itu ataukah ia meninggalkan Tuhan yang selama ini disembahnya. Pasti ada maksud dan rencana Tuhan yang indah ketika Dia mengijinkan kita mengalamai penganiayaan dan penindasan. Kerelaan dan ketabahan kita akan menjadi kesaksian yang mnguatkan bagi mereka yang juga sedang tertindas, bahkan akan membuka mata rohani mereka yang belum percaya kepada Yesus bahwa kasih sungguh menjadi dasar iman percaya kita. Seperti Paulus, ia justru dikuatkan ketika ia mendengar ketabahan jemaat Tesalonika yang bertahan di dalam penganiayaan dan penindasan (2 Tesalonika 1:4) Penindasan dan penganiayaan adalah alat Tuhan yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang tabah, kuat dan penuh kasih.
Sejak ditangkap di Getsemani, Yesus tak henti-hentinya mengalami penganiayaan fisik dan batin. Yesus digiring ke rumah Imam Besar dan diadili oleh Mahkamah Agama. Dari sana Dia digiring ke hadapan Pilatus dengan tuduhan-tuduhan palsu. (Lukas 23:1-3). Setelah itu Dia diperhadapkan kepada Herodes dan di sana Herodes beserta para prajurit Romawi mengolok-olokNya. (Lukas 23:811a). Setelah itu Dia dibawa kembali ke hadapan Pilatus dengan tuduhan palsu yang memberatkanNya. Di sana orang Farisi dan Saduki menuntut agar Dia disalibkan dengan tuduhan menyesatkan dan memberontak. Kemudian Dia disesah dan menerima hukuman cambuk, dengan mata cambuk besi. Tak hanya sampai di situ, Dia digiring seperti pemberontak besar dan diarak untuk dipermalukan sepanjang jalan dari Yerusalem sampai ke Bukit Tengkorak. Di Bukit Tengkorak kedua tangan dan kakiNya dipaku. Sesudah menyalibkan Dia, mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi. Semua kekejian itu tidak membuat-Nya mengutuki mereka yang telah menganiaya dan mengolok-olok-Nya, sebaliknya dengan hati penuh pengampunan Dia minta kepada Bapa untuk mengampuni dosa mereka.
Injil Lukas menceritakan kepada kita apa yang terjadi setelah orang banyak melihat ketabahan Yesus di dalam menanggung penderitaan yang sangat berat itu, “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: Sungguh, orang ini adalah orang benar! Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.” (Lukas 23:47-48). Kerelaan Yesus untuk menderita dan ketabahan-Nya, menjadi teladan bagi kita untuk bertahan dalam berbagai-bagai penganiayaan serta pencobaan. Kerelaan seseorang untuk menderita bagi Tuhan akan terbukti ketika pencobaan datang di dalam hidupnya, apakah ia dapat menerima segala pencobaan itu ataukah ia meninggalkan Tuhan yang selama ini disembahnya. Pasti ada maksud dan rencana Tuhan yang indah ketika Dia mengijinkan kita mengalamai penganiayaan dan penindasan. Kerelaan dan ketabahan kita akan menjadi kesaksian yang mnguatkan bagi mereka yang juga sedang tertindas, bahkan akan membuka mata rohani mereka yang belum percaya kepada Yesus bahwa kasih sungguh menjadi dasar iman percaya kita. Seperti Paulus, ia justru dikuatkan ketika ia mendengar ketabahan jemaat Tesalonika yang bertahan di dalam penganiayaan dan penindasan (2 Tesalonika 1:4) Penindasan dan penganiayaan adalah alat Tuhan yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang tabah, kuat dan penuh kasih.
0 komentar