Orang yang lanjut usia kita hormati, tetapi bukan karena jumlah tahunnya yang banyak.Sebab orang lanjut usia dalam arti sebenarnya ialah orang yang bijaksana dan hidup baik. (Kebijaksanaan Salomo 4:8-9)
Dia duduk membelakangiku. Lewat jendela, jejeran pepohonan cemara nampak bergoyang dalam deru angin. Hari sudah hampir senja. Dan udara dingin perlahan menyelinap masuk. Langit lembayung tertutup awan. Lapis melapis. Beberapa ekor burung gereja nampak mengambang di antara ranting dan dedaunan cemara. Beberapa lagi melompat-lompat di atas tanah yang basah akibat gerimis siang tadi. Suasana sepi, sesepi hatinya yang baru saja menguakkan luka lamanya kembali. Luka.
Usianya baru saja mencapai dua puluh dua tahun. Tetapi aku merasa bahwa dia telah melangkahi waktu berabad-abad lamanya. Rambutnya yang panjang dan tergulung rapi tidak dapat menyembunyikan raut sedih di wajahnya. Ah, tiba-tiba aku berpikir tentang nilai seorang manusia. Hal yang sama tadi ditanyakannya. Tentang betapa kini dia tak lagi merasa punya nilai yang berarti dalam hidup ini. Baginya, segalanya telah nihil. Hidup, harapan, masa depan. Segalanya tidak lagi punya arti. Dia telah mati dalam hidup yang masih berlanjut ini. Gerimis kembali turun.
Apakah artinya sebuah kehidupan? Apakah maknanya penderitaan? Berapakah nilai seorang manusia? Dapatkah kita mengukurnya dengan nilai yang baku? Tentu saja tidak. Bahkan kita hidup bukan untuk dinilai atau menilai. Setiap orang, ya setiap orang hidup dengan dunianya sendiri. Seberapa dekat pun kita dengan seseorang, selalu ada ruang yang tak tertembus dalam lubuk hati dan pikirannya. Dan sebab itu, di bawah langit yang satu, dan di atas bumi yang satu pula, kita tak punya hak untuk menilai atau dinilai. Apa itu kebaikan, kejahatan, kesalahan dan kebenaran, segalanya tergantung pada kejujuran kita untuk menghadapi hidup. Maka semuanya tergantung pada keputusan kita untuk menghadapi hidup ini serta bertanggung-jawab dalam menjalaninya.
Selain dari itu, hanya ada pandangan semu dan tak berarti. Sebab, apakah kebenaran itu? Bukankah kebenaran sesungguhnya terletak pada bagaimana kita mau menghadapi dan berani bertanggung-jawab atas segala apa yang telah terjadi dan menimpa kita. Dan nilai seseorang justru terletak pada bagaimana kita mengubah diri kita sendiri. Tidak untuk pasrah dan putus asa untuk hidup. Sebaliknya, kekalahan kita bisa bermakna banyak atas nilai kita sendiri jika kekalahan itu sendiri terjadi setelah kita telah berjuang mempertahankan kejujuran kita untuk hidup dan menghadapi hidup.
0 komentar